Senin, 20 Mei 2013

SISTEM PEMILIHAN PANCASILAIS (2)

C.     RUJUKAN PEMILU
Untuk membangun solusi dari masalah politik dan pemilu, negara ini telah memiliki ideologi negara yang disepakati, yaitu Pancasila. Karena itu yang harus dilakukan adalah menyusun ulang ketentuan turunan dari ideologi tersebut, agar tetap mengacu dan menjaga keberlangsungannya.
Khusus dalam masalah politik dan pemilu, penulis berpikir bahwa kita setidaknya harus merujuk kepada dua sila dari pancasila kita. Pertama kita merujuk ke sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Kedua kita merujuk ke sila keempat, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Sila ketiga telah diterapkan dalam semboyan bhineka tunggal ika. Dengan demikian seharusnya sistem pemilu kita tidak membuka ruang untuk pertarungan ideologi, kesukuan dan keagamaan. Sistem pemilu kita harus menjaga keberlangsungan persatuan Indonesia. Berbicara untuk Indonesia, tanpa ada sekat ideologi, suku dan agama. Berbicara dalam persatuan indonesia, bukan dalam fanatisme dan sentimen ideologi, suku dan agama.

Sila keempat dengan jelas menyatakan bahwa sistem pengambilan keputusan kita adalah permusyawaratan. Artinya yang harus dilakukan adalah mengarah pada mufakat bukan voting. Voting hanyalah instrumen darurat saat tidak ada mufakat yang bisa diambil. Sistem pemilu saat ini telah mengabaikan atau keluar dari sistem musyawarah untuk mufakat, karena langsung kepada sistem voting.

Untuk pelaksanaan musyawarah itu dipilih perwakilan. Perwakilan seharusnya tetap mengacu pada persatuan Indonesia, tidak lagi melihat ideologi, suku dan agama. Wakil dipilih berdasarkan kemampuannya untuk memimpin dengan hikmah. Masalah agama telah diselesaikan dalam pelaksanaan sila pertama yang menjadi dasar pelaksanaan dari sila-sila yang lain.

D.     TATA CARA PEMILIHAN
Tata cara pemilihan ini saya sebut dengan “Sistem Pemilihan Pancasilais”. Dalam sistem ini tidak ada pertarungan ideologi, suku dan agama, karena sudah dipersatukan oleh Persatuan Indonesia. Dalam sistem ini dilaksanakan upaya musyawarah untuk mufakat dengan kepemimpinan hikmah, bukan langsung mengambil jalan pintas ke sistem voting.

Sistem pemilihan ini adalah sistem perwakilan berjenjang dari struktur masyarakat terkecil sampai ke tingkat negara.

Struktur masyarakat terkecil adalah keluarga. Dalam sebuah keluarga telah terpenuhi unsur kepemimpinan hikmah yang sesuai dengan nilai agama (sila Ketuhanan yang maha esa). Kepemimpinan itu sudah diterima secara bulat dalam sosial budaya. Kepemimpinan itu pun diterima sebagai bagian dari kemanusian yang adil dan beradab. Kepemimpinan keluarga dipegang oleh suami/ayah. 

Suami/ayah inilah yang menjadi wakil tingkat pertama untuk melakukan musyawarah selanjutnya. Kemudian musyawarah tersebut agar bergerak secara berjenjang sampai tingkat negara sebagai berikut :
a.       Di tingkat RT
·         Di hadiri kepala keluarga
·         Dipilih oleh peserta rapat (para kepala keluarga)
·      Dipilih dari kalangan warga RT tersebut yang telah berusia dewasa, baik kepala keluarga mau pun bukan kepala keluarga
·         Dipilih dua orang
ü  satu menjadi ketua RT
ü  satu sebagai perwakilan untuk musyawarah di tingkat RW

b.      Di tingkat RW
·         Dihadiri wakil dari setiap RT
·         Dipilih oleh dan dari peserta musyawarah (para wakil dari setiap RT)
·         Dipilih dua orang
ü  satu menjadi ketua RW
ü  satu sebagai perwakilan untuk musyawarah di tingkat kelurahan

c.       Di tingkat kelurahan / desa
·         Dihadiri wakil dari setiap RW
·         Dipilih oleh dan dari peserta musyawarah (para wakil dari setiap RW)
·         Dipilih tiga orang
ü  satu ketua dewan musyawarah kelurahan/desa
ü  satu menjadi lurah / kepala desa
ü  satu sebagai perwakilan untuk musyawarah di tingkat kecamatan

d.      Di tingkat kecamatan
·         Dihadiri wakil dari setiap kelurahan
·         Dipilih oleh dan dari peserta musyawarah (para wakil dari setiap kelurahan)
·         Dipilih tiga orang
ü  satu menjadi ketua dewan musyawarah kecamatan
ü  satu menjadi camat
ü  satu sebagai perwakilan untuk musyawarah di tingkat kota / kabupaten

e.      Di tingkat kota / kabupaten
·         Dihadiri wakil dari setiap kecamatan
·         Dipilih oleh dan dari peserta musyawarah (para wakil dari setiap kecamatan)
·         Dipilih enam orang
ü  satu menjadi ketua dewan musyawarah kota / kabupaten
ü  satu menjadi wakil ketua dewan musyawarah kota / kabupaten
ü  satu menjadi walikota / bupati
ü  satu menjadi wakil walikota / bupati
ü  dua sebagai perwakilan untuk musyawarah di tingkat propinsi

f.        Di tingkat provinsi
·         Dihadiri wakil dari setiap kota / kabupaten
·         Dipilih oleh dan dari peserta musyawarah (para wakil dari setiap kota / kabupaten)
·         Dipilih tujuh
ü  satu menjadi ketua dewan musyawarah provinsi
ü  satu menjadi wakil ketua dewan musyawarah provinsi
ü  satu menjadi gubernur
ü  satu menjadi wakil gubernur
ü  tiga sebagai perwakilan untuk musyawarah di tingkat provinsi

g.       Di tingkat negara / nasional
·         Dihadiri wakil dari setiap provinsi
·         Dipilih oleh dan dari peserta musyawarah (para wakil dari setiap propinsi)
·         Dipilih lima
ü  satu menjadi ketua dewan musyawarah nasional
ü  dua menjadi wakil ketua dewan musyawarah nasional
ü  satu menjadi presiden
ü  satu menjadi wakil presiden

Mereka yang terpilih sebagai kepala daerah, posisinya dalam dewan musyawarah diganti melalui proses mekanisme berjenjang yang sama dari daerah pemilihannya.

Mereka yang terpilih sebagai wakil ke tingkat yang lebih tinggi, posisinya dalam dewan musyawarah diganti melalui proses mekanisme berjenjang yang sama dari daerah pemilihannya.

Sistem Pemilihab Pancasilais ini diselenggarakan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia secara berjenjang. Dengan demikian secara nasional hanya membutuhkan waktu sekitar tiga bulan saja, dengan rincian sebagai berikut :
1.       Satu minggu untuk tingkat RT (satu hari musyawarah)
2.       Satu minggu untuk tingkat RW (satu hari musyawrah)
3.       Satu minggu untuk tingkat desa/kelurahan (dua hari musyawarah)
4.       Satu minggu untuk tingkat kecamatan (dua hari musyawarah)
5.       Dua minggu untuk tingkat kota/kabupaten (tiga hari musyawarah)
6.       Dua minggu untuk tingkat provinsi (tiga hari musyawarah)
7.       Dua minggu untuk tingkat nasional (tiga hari musyawarah)

Pada setiap pelaksanaan musyawarah, para wakil rakyat di karantina, sehingga tidak melakukan kontak dengan pihak luar. Pada hari musyawarah tersebut hanya boleh berhubungan dengan sesama anggota dewan musyawarah dan pakar yang dalam musyawarah disepakati diundang untuk didengar pandangannya.

Pakar yang diundang hanya boleh berkaitan dengan suatu analisa terhadap masalah, tidak boleh memaparkan tentang pencalonan dalam pemilihan. (bersambung ke bagian 3) (bagian 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar