C. RUJUKAN
PEMILU
Untuk
membangun solusi dari masalah politik dan pemilu, negara ini telah memiliki
ideologi negara yang disepakati, yaitu Pancasila. Karena itu yang harus
dilakukan adalah menyusun ulang ketentuan turunan dari ideologi tersebut, agar
tetap mengacu dan menjaga keberlangsungannya.
Khusus dalam
masalah politik dan pemilu, penulis berpikir bahwa kita setidaknya harus merujuk
kepada dua sila dari pancasila kita. Pertama kita merujuk ke sila ketiga, yaitu
Persatuan Indonesia. Kedua kita merujuk ke sila keempat, yaitu kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Sila ketiga telah diterapkan dalam semboyan bhineka tunggal ika. Dengan demikian seharusnya sistem pemilu kita tidak membuka ruang untuk pertarungan ideologi, kesukuan dan keagamaan. Sistem pemilu kita harus menjaga keberlangsungan persatuan Indonesia. Berbicara untuk Indonesia, tanpa ada sekat ideologi, suku dan agama. Berbicara dalam persatuan indonesia, bukan dalam fanatisme dan sentimen ideologi, suku dan agama.
Sila keempat dengan jelas menyatakan bahwa sistem pengambilan keputusan kita adalah permusyawaratan. Artinya yang harus dilakukan adalah mengarah pada mufakat bukan voting. Voting hanyalah instrumen darurat saat tidak ada mufakat yang bisa diambil. Sistem pemilu saat ini telah mengabaikan atau keluar dari sistem musyawarah untuk mufakat, karena langsung kepada sistem voting.
Untuk pelaksanaan musyawarah itu dipilih perwakilan. Perwakilan seharusnya tetap mengacu pada persatuan Indonesia, tidak lagi melihat ideologi, suku dan agama. Wakil dipilih berdasarkan kemampuannya untuk memimpin dengan hikmah. Masalah agama telah diselesaikan dalam pelaksanaan sila pertama yang menjadi dasar pelaksanaan dari sila-sila yang lain.
D. TATA CARA
PEMILIHAN
Tata cara
pemilihan ini saya sebut dengan “Sistem Pemilihan Pancasilais”. Dalam
sistem ini tidak ada pertarungan ideologi, suku dan agama, karena sudah
dipersatukan oleh Persatuan Indonesia. Dalam sistem ini dilaksanakan upaya
musyawarah untuk mufakat dengan kepemimpinan hikmah, bukan langsung mengambil
jalan pintas ke sistem voting.
Sistem pemilihan ini adalah sistem perwakilan berjenjang dari struktur masyarakat terkecil sampai ke tingkat negara.
Struktur masyarakat terkecil adalah keluarga. Dalam sebuah keluarga telah terpenuhi unsur kepemimpinan hikmah yang sesuai dengan nilai agama (sila Ketuhanan yang maha esa). Kepemimpinan itu sudah diterima secara bulat dalam sosial budaya. Kepemimpinan itu pun diterima sebagai bagian dari kemanusian yang adil dan beradab. Kepemimpinan keluarga dipegang oleh suami/ayah.
Suami/ayah inilah yang menjadi wakil tingkat pertama untuk melakukan musyawarah selanjutnya. Kemudian musyawarah tersebut agar bergerak secara berjenjang sampai tingkat negara sebagai berikut :
a.
Di tingkat RT
·
Di hadiri kepala keluarga
·
Dipilih oleh peserta rapat
(para kepala keluarga)
· Dipilih dari kalangan warga
RT tersebut yang telah berusia dewasa, baik kepala keluarga mau pun bukan
kepala keluarga
·
Dipilih dua orang
ü
satu menjadi ketua RT
ü
satu sebagai perwakilan
untuk musyawarah di tingkat RW
b.
Di tingkat RW
·
Dihadiri wakil dari setiap
RT
·
Dipilih oleh dan dari
peserta musyawarah (para wakil dari setiap RT)
·
Dipilih dua orang
ü
satu menjadi ketua RW
ü
satu sebagai perwakilan
untuk musyawarah di tingkat kelurahan
c.
Di tingkat kelurahan
/ desa
·
Dihadiri wakil dari setiap
RW
·
Dipilih oleh dan dari
peserta musyawarah (para wakil dari setiap RW)
·
Dipilih tiga orang
ü
satu ketua dewan musyawarah
kelurahan/desa
ü
satu menjadi lurah / kepala
desa
ü
satu sebagai perwakilan
untuk musyawarah di tingkat kecamatan
d.
Di tingkat kecamatan
·
Dihadiri wakil dari setiap
kelurahan
·
Dipilih oleh dan dari
peserta musyawarah (para wakil dari setiap kelurahan)
·
Dipilih tiga orang
ü
satu menjadi ketua dewan
musyawarah kecamatan
ü
satu menjadi camat
ü
satu sebagai perwakilan
untuk musyawarah di tingkat kota / kabupaten
e.
Di tingkat kota /
kabupaten
·
Dihadiri wakil dari setiap
kecamatan
·
Dipilih oleh dan dari
peserta musyawarah (para wakil dari setiap kecamatan)
·
Dipilih enam orang
ü
satu menjadi ketua dewan
musyawarah kota / kabupaten
ü
satu menjadi wakil ketua
dewan musyawarah kota / kabupaten
ü
satu menjadi walikota /
bupati
ü
satu menjadi wakil walikota
/ bupati
ü
dua sebagai perwakilan
untuk musyawarah di tingkat propinsi
f.
Di tingkat provinsi
·
Dihadiri wakil dari setiap
kota / kabupaten
·
Dipilih oleh dan dari
peserta musyawarah (para wakil dari setiap kota / kabupaten)
·
Dipilih tujuh
ü
satu menjadi ketua dewan
musyawarah provinsi
ü
satu menjadi wakil ketua
dewan musyawarah provinsi
ü
satu menjadi gubernur
ü
satu menjadi wakil gubernur
ü
tiga sebagai perwakilan untuk
musyawarah di tingkat provinsi
g.
Di tingkat negara /
nasional
·
Dihadiri wakil dari setiap
provinsi
·
Dipilih oleh dan dari
peserta musyawarah (para wakil dari setiap propinsi)
·
Dipilih lima
ü
satu menjadi ketua dewan
musyawarah nasional
ü
dua menjadi wakil ketua
dewan musyawarah nasional
ü
satu menjadi presiden
ü
satu menjadi wakil presiden
Mereka yang terpilih sebagai kepala daerah, posisinya dalam dewan musyawarah diganti melalui proses mekanisme berjenjang yang sama dari daerah pemilihannya.
Mereka yang terpilih sebagai wakil ke tingkat yang lebih tinggi, posisinya dalam dewan musyawarah diganti melalui proses mekanisme berjenjang yang sama dari daerah pemilihannya.
Sistem Pemilihab Pancasilais ini diselenggarakan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia secara berjenjang. Dengan demikian secara nasional hanya membutuhkan waktu sekitar tiga bulan saja, dengan rincian sebagai berikut :
1. Satu minggu untuk tingkat RT (satu hari musyawarah)
2. Satu minggu untuk tingkat RW (satu hari musyawrah)
3. Satu minggu untuk tingkat desa/kelurahan (dua hari musyawarah)
4. Satu minggu untuk tingkat kecamatan (dua hari musyawarah)
5. Dua minggu untuk tingkat kota/kabupaten (tiga hari musyawarah)
6. Dua minggu untuk tingkat provinsi (tiga hari musyawarah)
7. Dua minggu untuk tingkat nasional (tiga hari musyawarah)
Pada setiap pelaksanaan musyawarah, para wakil rakyat di karantina, sehingga tidak melakukan kontak dengan pihak luar. Pada hari musyawarah tersebut hanya boleh berhubungan dengan sesama anggota dewan musyawarah dan pakar yang dalam musyawarah disepakati diundang untuk didengar pandangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar