Senin, 20 Mei 2013

SISTEM PEMILIHAN PANCASILAIS (1)


A.     PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia telah melewati berkali-kali pemilu dalam perjalanan sejarah kenegaraannya. Naik turunnya pemerintahan adalah salah satu kenyataan dan pengalaman sejarah. Semua itu bukan untuk disesali dan ditangisi, tapi untuk dijadikan pelajaran bagaimana membangun yang lebih baik.
Pemilu saat ini adalah pemilu yang penuh dengan masalah bagi bangsa ini. Banyak sumber daya yang sebenarnya bisa dipergunakan untuk mempercepat pembangunan bangsa dan negara hanya dihabiskan untuk carut-marut pemilu.

Bangsa dan negara ini perlu alternatif sistem pemilu yang tetap berpijak pada ideologi negara namun mampu meminimalisir masalah. Perlu ada sistem pemilu yang tidak menghabiskan sumber daya. Perlu ada sistem pemilu yang minim kemungkinan ruang untuk kecurangan dan pelanggaran yang perlu diajukan ke mahkmah konstitusi.

B.     MASALAH
Masalah seputar carut-marut pemilu yang sangat kita kenal adalah masalah sosial, masalah struktural dan masalah finansial. Semua pemilu menyisakan masalah-masalah tersebut tanpa ada penyelesaian yang tuntas. Penyelesaian hanya berupa tidak terbukti secara hukum atau pun pembiaran dengan ungkapan sudahlah.

Dalam sosial, kita menemukan benih-benih konflik sosial yang terus berkembang. Pertarungan ideologi, kesukuan dan keagamaan adalah konflik rutin. Bahkan politisasi agama, suku dan ideologi menjadi strategi rutin. Dengan demikian, semboyan bhineka tunggal ika terancam ambruk diganti menjadi aku yang berkuasa.

Pada ranah struktural kita menemukan aneka masalah yang terus-menerus pula terjadi. Penyalahgunaan wewenang, keterlibatan aparat birokrasi dan penggunaan anggaran negara untuk kepentingan incumbent adalah sebagian dari daftar masalah yang ada.

Efektifitas pemerintahan menjadi masalah pula. Ketika incumbent mencalonkan diri kembali, sudah jelas ada masa cuti dari tugasnya hanya untuk kampanye. Belum lagi dari sisi fokus perhatian. Mungkin dari lima tahun masa pemerintahan, tahun pertama berkenalan, tahun kedua menyusun program, tahun ketiga melaksanakan program, tahun keempat persiapan pemilu dan tahun kelima pemilu. Karena itu bisa dikatakan hanya satu tahun dalam lima tahun masa pemerintahan yang betul-betul dipergunakan untuk fokus pada pembangunan.

Dari sisi pengelolaan pemilu, masalah daftar pemilih terus pula menjadi masalah. Kita tidak perlu aneh, karena pemerintahan yang tidak efektif sangat wajar tidak bisa menyusun data yang akurat tentang penduduknya. Apalagi bila pemerintahan sudah menjadi pemerintahan kepentingan kelompok partai.

Dengan sistem yang ada saat ini kebutuhan finansial untuk pemilu sangat besar. Kita tahu puluhan milyar uang negara dikeluarkan untuk pemilukada tingkat kota/kabupaten. Ratusan milyar bahkan ada yang trilyun untuk satu provinsi. Dan puluhan trilyun untuk tingkat negara. Silahkan dihitung jumlah totalnya dikalikan banyak kota/kabupaten dan provinsi di Indonesia. Belum lagi gaji untuk panwaslu dan kpu. Saya yakin lebih dari seratus trilyun uang negara habis untuk itu. Padahal pada saat yang sama, pemerintah menyatakan kesulitan untuk memberikan jaminan pendidikan, kesehatan, pangan, perumahan dan energi bagi masyarakat.

Selain itu, kebutuhan dana kampanye dan operasional partai menjadi arena yang rawan untuk penyalahgunaan wewenang. Arena rawan untuk politik dagang sapi. Arena rawan untuk korupsi. Arena rawan untuk money laundrey.

Kebutuhan operasional dan kampanye membuat kader-kader bangsa yang idealis dan memiliki integritas tinggi tapi tidak memiliki dukungan finansial akan tersingkir. Pencalonan hanyalah menjadi kesempatan terbuka bagi para pemilik dana. Sangat mungkin terjadi mereka yang tidak mengenal dan tidak dikenal pada awalnya, karena tidak pernah mengabdi dan aktif dalam urusan sosial kemasyarakatan muncul menjadi calon karena memiliki dukungan finansial.

Biaya politik dan pemilu yang tinggi telah menarik sistem politik dan negara ke arah sistem kekuasaan ideologi kapital bukan lagi ideologi pancasila. Dengan demikian negara ini terancam rusak sendi-sendinya.

Selain itu, terus meningkatnya prosentase angka golput semakin menunjukkan bahwa sistem pemilu langsung yang berbasis partai seperti sekarang tidak membuat warga negara merasa terwakili. Selain itu, angkat golput yang tinggi sebenarnya menunjukkan bahwa partai dan sistem pemilu yang sekarang tidaklah dipercaya lagi dapat mengangkat pemimpin yang baik. Pada akhirnya ketidakpercayaan ini dapat membuat hilangnya kepedulian warga negara terhadap negaranya.

Ketidak pedulian terhadap negara akan membawa ketidakpedulian terhadap sesama. Warga negara akan terkondisikan semakin egois dan individualis. Mereka hanya akan sibuk mengurus diri sendiri saja. Kondisi ini akan menarik kehancuran sosial dan budaya masyarakat. Pada akhirnya ini akan menjadi awal dari  kehancuran kemanusiaan. Manusia akan kehilangan nilainya sebagai makhluk sosial. (bersambung ke bagian 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar