A. PENDAHULUAN
Sistem
keuangan Indonesia sampai hari ini tidak memiliki standar yang jelas. Bagaimana
keuangan negara dibagi dalam pos-pos APBN dan APBD tidak ada pijakan ideologis
kenegaraan. Setiap presiden atau kepala daerah dengan mendapat persetujuan DPR
atau DPRD dapat membuat pos keuangan menurut rancangannya sendiri.
Undang-undang
yang ada mengenai keuangan negara nampaknya tidak berpijak pada ideologi
negara. Berapa prosen untuk setiap pos tidak ada landasan ideologis yang jelas.
Standar-standar yang ada sebenarnya merupakan standar karet dan amat relatif,
karena tergantung siapa yang membuat standar dan untuk kepentingan apa.
Bila kita
ambil pemikiran sederhana, seharusnya negara kita memiliki standar yang jelas
pijakannya dalam ideologi negara. Kita tidak menggunakan standar lain, selain
standar ideologi tersebut. Dengan demikian negara dibangun terarah sesuai
dengan ideologi negara.
B. KEUANGAN
IDEOLOGIS
Ideologi
negara Indonesia adalah Pancasila. Dengan demikian seharusnya pos keuangan Indonesia
terbagi menjadi lima sesuai dengan jumlah sila yang ada. Bila setiap sila
memiliki urgensinya sendiri yang nilainya setara dengan sila yang lain, maka
setiap sila mendapatkan 20 % dari anggaran negara.
Bila pos
keuangan secara ideologi ini disepakati, maka presiden ataupun kepala daerah
yang tidak melaksanakannya dipandang telah bertentangan dengan ideologi negara
dan karenanya dapat diberhentikan karena melanggar konstitusi.
Pola keuangan
ini akan lebih memudahkan rakyat untuk memahami arah pembangunan. Selain itu,
sekaligus merupakan penguatan terhadap ideologi negara dalam kehidupan
masyarakat. Masyarakat bangsa ini bisa diarahkan untuk berpikir dan bertindak
dalam bingkai ideologi negara.
C. ARAH
PEMBANGUNAN
Dengan lima
pos keuangan negara, maka arah pembangunan negara pun harus mengacu pada
pencapaian kualitas dari kelima dasar negara ini. Setiap sila harus dijabarkan
menjadi misi-misi yang memiliki ukuran pencapaian dalam setiap fase pembangunan
negara. Dan selanjutnya dirumuskan menjadi program-program yang dapat diukur
tingkat pencapaiannya secara kualitatif dan kuantitatif.
Dalam tataran
praktek, sebenarnya hanya dua sisi yang harus dilakukan dan difasilitasi oleh
negara. Pertama menjaga dan memelihara pencapaian baik yang telah ada. Kedua menginspirasi
dan menggerakkan inovasi baru menuju pencapaian yang lebih baik.
D. INSTRUMEN
PELAKSANA
Dengan
pancasila ini pun diatur kementrian negara sebagai pelaksana. Lima sila berarti
lima kementrian. Bagian-bagian yang harus dikerjakan di bawah kelima bidang utama
tersebut dapat dibentuk dirjen ataupun wakil mentri.
Dengan cara
ini pun, negara akan memiliki standar organisasi kepemerintahan. Presiden tidak
bisa seenaknya sendiri untuk membuat kementrian. Tidak akan terjadi karena
berganti presiden berganti jumlah kementrian berganti struktur organisasi kenegaraan. Pemerintah yang terpilih pun
tidak dapat dengan mudah melakukan dagang sapi – tidak melakukan jual beli
jabatan politik dan jabatan publik -, karena jumlah jabatannya terbatas tidak
dapat diubah sesuai dengan kebutuhan dagang sapinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar